Tuesday, June 13, 2006

AKU MALAM INI

Bulan bulat merah, mengantar langkahku di sisa senja hari ini. Tersangkut di reranting ranggas nan retas. Lapuk terbakar matahari. Aku berlari membawa hati, lelah terombang ambing perahu kecemasan yang tiada bertepi. Kutengadah sebelum berangkat, berharap temanku bintang ada di sana. Tak ada, sepi... Langit retak... awan membuat polanya.

Dingin sekali, purnama membuat angin terasa begitu menusuk sumsum, melinukan sendi. Kulewati jalan jalan kampung hatiku, ditemani oncor oncor penerangan, di jalan berkerikil tajam, dan di kelok jalan menuju jawab, akan tanya hati yang setelah dua minggu lebih bersemayam di sini.

"Hmmm malam ini akan menjadi malam yang panjang dan melelahkan buatku", meskipun aku sudah pernah merasai malam seperti ini sebelumnya. Dalam seminggu, pasti akan ada malam seperti ini. Pasti aku akan berteman kawanan jengah, dan menyiapkan telinga yang harus lebih tajam dari biasanya, mengasah otak agar harus mampu lebih banyak menyimpan, dan dengan jemari yang harus dengan cekatan menekan tuts di hadapan.

Di dalam ruangan, berdidinding salem. 20 derajat celcius, seharusnya aku sudah cukup kedinginan. tapi...seperti tertampar tatapan di seberang. Panas muka dihunus tatapan tajam kebencian. Wangi giorgio armani dan chanel membaur, membiusku. Pakaian rapi, sepatu mengkilat, dan rambut klimis.
Lengkap sudah malam ini. basa basi yang basi adalah pembukanya. Muka masam diseberang melotot garang, hendak menerkam.

Lima belas menit pertama, terasa lamban sekali jarum jam berputar. Seakan enggan berganti ke hitungan menit berikutnya. Aku melesat, rendahkan debu-debu antara ringkik enam pejantan menghela.
Aku menanti dengan was was, menanti jawab akan kecemasan beralasan.
sembilan puluh menit lebih. Masih dengan pembicaraan penutup yang panjang dan belum juga berakhir. "Ah mungkin belum malam ini terjawab". Aku harus menunggu suatu malam lagi di minggu berikutnya.

8 Km dengan 40 km/h. Dua roda melindas daun-daun kering dan jatuhan ranting pohon-pohon besar. Kunikmati dingin menikam, berteman langit retak malam ini, juga temanku bintang yang bersinar lemah kehilangan gairah. Membaca tulisan tangan di dinding hati, yang tertoreh dua minggu terakhir ini. Malam ini, aku belajar lagi untuk mendengarkan hati.

Aku malam ini, belajar untuk mengikhlaskan rasa kalah untuk kemudian menemukan ketenangan dalam batin.




*Terima kasih pohon rindang, kau memberi teduh kepada jiwa dilanda gersang.


CIK DITIRO/120606

Comments: Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]