Wednesday, May 24, 2006
Fajar membuka hari
Menggantung harap di puncak tertinggi
Memaksaku untuk segera meraih hari
Jangan sampai terlewati
Tanpa sesuatu yang berarti
Matahari membakar langitku siang ini
Mencipta fatamorgana di setiap sudutnya
Menawarkan indah yang tak nyata
Memaksa aku untuk melompat ke dalamnya
Kita kelelahan,
Meski kita masih memiliki beberapa kerat roti sebagai bekal
Namun tidak untuk dahaga kita
Duduklah dulu di sini
Di bawah rindangnya mahoni
Menghirup wangi dari kelopak kecil berwarna kuning ini
Yang gugur berserak di tepi
Bayu menautkan kita
Hati kita
Yakinlah
Senja masih indah untuk kita nikmati berdua
Memandang kaki langit berwarna saga
Membuat prasati dalam setiap peristiwa
Lara dan luka sebagai obatnya
Canda dan tawa adalah penyempurnanya
*jangan lelah bibir berucap doa...kita kan selamat sampai ke sana
*Yogyakarta, 18 Mei 2006.
Menggantung harap di puncak tertinggi
Memaksaku untuk segera meraih hari
Jangan sampai terlewati
Tanpa sesuatu yang berarti
Matahari membakar langitku siang ini
Mencipta fatamorgana di setiap sudutnya
Menawarkan indah yang tak nyata
Memaksa aku untuk melompat ke dalamnya
Kita kelelahan,
Meski kita masih memiliki beberapa kerat roti sebagai bekal
Namun tidak untuk dahaga kita
Duduklah dulu di sini
Di bawah rindangnya mahoni
Menghirup wangi dari kelopak kecil berwarna kuning ini
Yang gugur berserak di tepi
Bayu menautkan kita
Hati kita
Yakinlah
Senja masih indah untuk kita nikmati berdua
Memandang kaki langit berwarna saga
Membuat prasati dalam setiap peristiwa
Lara dan luka sebagai obatnya
Canda dan tawa adalah penyempurnanya
*jangan lelah bibir berucap doa...kita kan selamat sampai ke sana
*Yogyakarta, 18 Mei 2006.
Monday, May 22, 2006
HARI INI
Jika datang pagi...maka jangan kau menunggu datangnya senja.
Hari ini datang dengan mentari yang menyinarimu
Umurmu hanya sehari... dan tak akan pernah akan kembali
Anggaplah begitu...
Anggaplah rentang hidup adalah hari ini saja
Jalani hidupmu hari ini tanpa kesedihan .
Tanpa perasaan tidak menerima .
Tanpa perasaan iri.
juga dengki.
Jika kau berfikir dan dapat mengembangkan
Menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan
Maka manfaatkanlah hari ini dengan detiknya
Untuk membangun kepribadian dari semua potensi yang ada
Mensyukuri nikmat dan karunia-Nya
Kita yang setiap harinya berkecimpung
Di alam bebas dan disetiap lorong waktu kekosongan
Disetiap detak jantung di dalam pergantian siang dan malam
Kita hidup hari ini saja...
Karenanya...
Tanamlah nilai nilai keutamaan di dalam hati
Cabutlah pohon kejahatan yang berakar
serta ranting rantingnya yang berduri.
*masih....hari ini milik kita
Hari ini datang dengan mentari yang menyinarimu
Umurmu hanya sehari... dan tak akan pernah akan kembali
Anggaplah begitu...
Anggaplah rentang hidup adalah hari ini saja
Jalani hidupmu hari ini tanpa kesedihan .
Tanpa perasaan tidak menerima .
Tanpa perasaan iri.
juga dengki.
Jika kau berfikir dan dapat mengembangkan
Menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan
Maka manfaatkanlah hari ini dengan detiknya
Untuk membangun kepribadian dari semua potensi yang ada
Mensyukuri nikmat dan karunia-Nya
Kita yang setiap harinya berkecimpung
Di alam bebas dan disetiap lorong waktu kekosongan
Disetiap detak jantung di dalam pergantian siang dan malam
Kita hidup hari ini saja...
Karenanya...
Tanamlah nilai nilai keutamaan di dalam hati
Cabutlah pohon kejahatan yang berakar
serta ranting rantingnya yang berduri.
*masih....hari ini milik kita
Friday, May 19, 2006
Purnama Berlalu dan Sebelah Sayap Itu
Purnama berlalu,
Berjingkat perlahan
Meninggalkan reranting kering yang meranggas
Di sepertiga malam beku
Kuhitung detik satu satu
Seperti aku menghitung hari yang telah aku lalui bersamamu
Mengenang kembali ketika cinta menautkan kita
Ketika kuncup harap kita berbunga nyata
Ketika segala aral dapat kita lalui bersama
Menggenggam hati kita untuk tetap di koridornya
Purnama berlalu
Persis ketika malam ini kau tak disisiku
Terbiar kaku dalam kesendirianku
Dalam menghitung detik itu satu satu
Ini separuh hatiku
Untukmu
Dan separuh sayapmu yang tlah kau berikan sejak dulu
telah aku kepakkan perlahan
Lihat, Aku tlah mampu terbang
Karenamu
*terima kasih untuk sebelah sayap yang kau berikan
Yogyakarta, 18 Mei 2006
Lewat tengah malam
Monday, May 15, 2006
Kidung Untuk Lily Putih
Untukmu lily putih
Kidung ini aku nyanyikan
Sebagai ucap tulus hati terdalam
Atas seulas senyum yang kau berikan
Untuk wangi yang kau tebarkan
Dari pagi hingga petang menjelang
Kadang kau tertunduk lesu
Panas mentari menerpamu
Meski kau kuletakkan di kanopi hatiku
Tapi sinarnya mencuri masuk menyapamu
Menyentuh putihmu
Tapi bila rinai datang menyapamu
Kau melonjak kegirangan
Menegakkan tangkai bungamu yang semula kau rundukkan
Senyum merekah merah
Dalam indah pesona sempurnamu
Terima kasih lily putih
Kau tebar wangi di ruang hati
Mencubit pipi untuk tersenyum kembali
Kidung ini aku nyanyikan
Sebagai ucap tulus hati terdalam
Atas seulas senyum yang kau berikan
Untuk wangi yang kau tebarkan
Dari pagi hingga petang menjelang
Kadang kau tertunduk lesu
Panas mentari menerpamu
Meski kau kuletakkan di kanopi hatiku
Tapi sinarnya mencuri masuk menyapamu
Menyentuh putihmu
Tapi bila rinai datang menyapamu
Kau melonjak kegirangan
Menegakkan tangkai bungamu yang semula kau rundukkan
Senyum merekah merah
Dalam indah pesona sempurnamu
Terima kasih lily putih
Kau tebar wangi di ruang hati
Mencubit pipi untuk tersenyum kembali
Sunday, May 14, 2006
Musim belum berganti
Hujan masih mengakrabi bumi
Mencumbuinya dengan titik titik yang berirama
Membasahi meski tiada dahaga
Aku di sini
Mencermati rangkaian metafor yang kau titipkan
Mencoba mencari makna di dalamnya
Menikmati indahnya bersama hujan
Menari riang dalam kebasahan
Menggigil ketika hujan tak kunjung terang
Musim masih enggan berganti
Namun ada rindu di sini
Rindu ini tak hendak menepi
Aku tersungkur membawanya pergi
Hujan masih mengakrabi bumi
Mencumbuinya dengan titik titik yang berirama
Membasahi meski tiada dahaga
Aku di sini
Mencermati rangkaian metafor yang kau titipkan
Mencoba mencari makna di dalamnya
Menikmati indahnya bersama hujan
Menari riang dalam kebasahan
Menggigil ketika hujan tak kunjung terang
Musim masih enggan berganti
Namun ada rindu di sini
Rindu ini tak hendak menepi
Aku tersungkur membawanya pergi
Monday, May 08, 2006
Wahai masa lalu yang telah berlalu, tenggelamlah bersama mataharimu...
Kau tlah meninggalkanku, pergi dan takkan pernah kembali lagi
Wahai masa depan yang masih dalam keghaiban...
Aku takkan pernah bergelut dengan mimpi-mimpi
Dan takkan menjual diri untuk ilusi
Aku takkan memburu sesuatu yang belum ada..
Esok hari adalah sesuatu yang belum dicipta
Jadi tidak pantas untuk dikenang...
*hari ini adalah hari ini
Kau tlah meninggalkanku, pergi dan takkan pernah kembali lagi
Wahai masa depan yang masih dalam keghaiban...
Aku takkan pernah bergelut dengan mimpi-mimpi
Dan takkan menjual diri untuk ilusi
Aku takkan memburu sesuatu yang belum ada..
Esok hari adalah sesuatu yang belum dicipta
Jadi tidak pantas untuk dikenang...
*hari ini adalah hari ini
Nyanyian Kupu Kupu
Dua kupu kupu terbang rendah
Hinggap melepas lelah di kuntum mawar merah muda
Mengisap madu..
Bercengkrama dengan kuntum bunga warna warni
Dua kupu kupu terbang rendah
Satu berwarna biru dan yang lainnya berwarna kuning
Saling sapa...
Tertawa bahagia
Kumbang terbang diantara kuntum
Mengisap madu bersama kupu
Berbagi madu di kuntum yang sama
Tertawa... bahagia
Lihatlah..kuntum-pun tersenyum
Merona merah jambu
bahagia...
Berbisik pada kupu-kupu dan kumbang
bahwa hidup adalah untuk berbagi
*betul kang!!
Hinggap melepas lelah di kuntum mawar merah muda
Mengisap madu..
Bercengkrama dengan kuntum bunga warna warni
Dua kupu kupu terbang rendah
Satu berwarna biru dan yang lainnya berwarna kuning
Saling sapa...
Tertawa bahagia
Kumbang terbang diantara kuntum
Mengisap madu bersama kupu
Berbagi madu di kuntum yang sama
Tertawa... bahagia
Lihatlah..kuntum-pun tersenyum
Merona merah jambu
bahagia...
Berbisik pada kupu-kupu dan kumbang
bahwa hidup adalah untuk berbagi
*betul kang!!
Friday, May 05, 2006
Di belahan kabut pagi yang memburamkan pandangan
Di tetes hujan yang bergemiricik di teritisan
Embun dingin bergulir di ujung daun.
Menggeliat enggan, berteman cahaya emas mentari
Yang menyembul malu malu
Aku masih di sini
Dengan redup cahaya matahati yang berpendar
Dengan pembuluh darah yang terkunci
Dengan sisa tenaga aku bernafas di lorong hati yang sempit
Nyeri itu mengental
Aku tak ingin menjadikan makna luka ini lahir di kebutaan yang panjang
Aku datang
Menziarahi hatiku
Berbekal kuntum anggrek putih juga melati
Menebar wangi yang merongga
Biar sepi tak terasa gelap
Ku lagukan senandung itu
Bukan senandung kematian
Aku tergulung senyuman hujan
Takkan kubiarkan pikiranku tinggal
Di serpih udara yang kemudian hilang
*tersenyumlah*
Di tetes hujan yang bergemiricik di teritisan
Embun dingin bergulir di ujung daun.
Menggeliat enggan, berteman cahaya emas mentari
Yang menyembul malu malu
Aku masih di sini
Dengan redup cahaya matahati yang berpendar
Dengan pembuluh darah yang terkunci
Dengan sisa tenaga aku bernafas di lorong hati yang sempit
Nyeri itu mengental
Aku tak ingin menjadikan makna luka ini lahir di kebutaan yang panjang
Aku datang
Menziarahi hatiku
Berbekal kuntum anggrek putih juga melati
Menebar wangi yang merongga
Biar sepi tak terasa gelap
Ku lagukan senandung itu
Bukan senandung kematian
Aku tergulung senyuman hujan
Takkan kubiarkan pikiranku tinggal
Di serpih udara yang kemudian hilang
*tersenyumlah*
Tuesday, May 02, 2006
Ujung Rindu Telaga Ganggang Hijau
Pokok yang dulu menjulang, kini rebah ditepian
Lapuk terbakar matahari, tersiram hujan
Beberapa rantingnya masih menjuntai, tanpa daun hijau
Kering meski disekitarnya dirimbuni semak
Angin senja meriakkan telaga ganggang hijau di hadapannya
Di tepian rimba bersemak
Di dekat pokok pohon itu
Menampar wajah pasi, menggerogoti sunyi
Ku petik beberapa bunga rumput liar berwarna ungu
Ku petik juga yang kuning, dan merangkainya
Sekedar teman senandungku hatiku
Yang lirih nyaris tak terdengar
Aku mematut diri
Bercermin pada telaga ganggang hijau yang beriak
Aku tau ia tak dalam
Tak kutemui aku di sana
Hanya siluet bayang yang bergelombang
Kupejamkan mata letihku
Berharap kau mengerti
Aku tlah menanti hingga letih
Di sini
Di ujung rinduku
Di telaga ganggang hijau
Tempat dulu kita selalu bertemu
Lapuk terbakar matahari, tersiram hujan
Beberapa rantingnya masih menjuntai, tanpa daun hijau
Kering meski disekitarnya dirimbuni semak
Angin senja meriakkan telaga ganggang hijau di hadapannya
Di tepian rimba bersemak
Di dekat pokok pohon itu
Menampar wajah pasi, menggerogoti sunyi
Ku petik beberapa bunga rumput liar berwarna ungu
Ku petik juga yang kuning, dan merangkainya
Sekedar teman senandungku hatiku
Yang lirih nyaris tak terdengar
Aku mematut diri
Bercermin pada telaga ganggang hijau yang beriak
Aku tau ia tak dalam
Tak kutemui aku di sana
Hanya siluet bayang yang bergelombang
Kupejamkan mata letihku
Berharap kau mengerti
Aku tlah menanti hingga letih
Di sini
Di ujung rinduku
Di telaga ganggang hijau
Tempat dulu kita selalu bertemu
Monday, May 01, 2006
Matahari membakar amarah
Meletup letup, membuyarkan senyuman indah
Seperti debu...
Terhempas di perdu, di tepian jalan itu
Awan putih berarak...
Sebagian membentuk kepala hewan
Segerombol lagi menghampar, bagai kapas melenakan...
Amarah, senyuman indah, awan putih, langit biru...
Terbingkai satu di korneaku, berkejaran keletihan
Singgahlah sejenak
Sisihkan angkuhmu, buang sombongmu...
tepis letihmu...
Sandarkanlah di sini...
Di sandaran hatimu...
Meletup letup, membuyarkan senyuman indah
Seperti debu...
Terhempas di perdu, di tepian jalan itu
Awan putih berarak...
Sebagian membentuk kepala hewan
Segerombol lagi menghampar, bagai kapas melenakan...
Amarah, senyuman indah, awan putih, langit biru...
Terbingkai satu di korneaku, berkejaran keletihan
Singgahlah sejenak
Sisihkan angkuhmu, buang sombongmu...
tepis letihmu...
Sandarkanlah di sini...
Di sandaran hatimu...
Subscribe to Posts [Atom]