Wednesday, October 31, 2007

Kabut Air Mata













Bu...
Aku berjingkat mendekati pusaramu
Merah dadu disemaki rumput teki dan
rumpun bunga
Aku pulang, Bu...
dengan ransel sarat rindu
juga mata yang berkabut

Aku bicara padamu, dalam keterbataan
Berharap bait doaku melangit dan sampai padamu
Aku bicara padamu
Dengan hati, cukup dengan hati
Bahasa penyatu dunia yang tak lagi sama

Musim berubah kini, Bu...
Angin berputar haluan
Waktu telah mengalami percepatan
Seperti petuahmu dulu ;
"Nak, waktu bak ujung tombak, Jangan lena pada romantisme sejarahmu"

Bu... tolong ulur tanganmu tepis sedikit saja kabut air mataku


Tuesday, October 30, 2007

Dan...Hujan Rindu Itu...


Tak ada yang dapat kukenang, dari percakapan kita
Karena kita memang tidak sedang bercakap
Nihil kata kata...
Aku kehilangan suaramu
Suara yang kukenali setiap eksentuasi, gaya, dan nadanya
Suara yang menuntunku berjalan dalam labirin kenangan masa silam
Kau tau apa rasanya membungkam nyali ?
agar tak membisikkan "rindu..."

Ada embun di ujung mata
Tak tersusut karena derasnya
Seperti hujan yang tumpah ruah
di penghujung tahun ini




Thursday, October 25, 2007

Surat Kepada Sahabatku DD

Surat ini sengaja tak kualamatkan ke rumahmu. Aku lebih memilihnya menulis di sini saja, berharap suatu saat nanti kau membacanya, menemukan kepingan cerita sesungguhnya, seperti aku memunguti puing kenangan yang tercecer di antara jalan yang dulu kerap kita lalui.


Lama kita tak jumpa ya D? Seingatku, kita berpisah sesaat usai ceritaku akan mengakhiri lajangku. Kita sama sama menangis ketika itu. Entah menangisi apa? Menangisi perpisahan kita? Menangisi apa??? Entahlah...Yang pasti saat itu ada pedih yang mengiris hati...karena untuk pertama kalinya aku tau', bahwa kau juga mengharapkanku, menginginkanku untuk tetap tinggal bersamamu...menghabiskan remah-remah masa kecil kita yang nyata indah. Kita tidak bertemu di tempat yang salah, namun kau menyatakan rasa pada waktu yang salah.

Mengapa? Mengapa tak dari dulu kau katakan? Mengapa kau biarkan aku mencari sendiri jawaban yang berlarian, seperti kaca yang tak dapat menangkap tempias hujan ; lincah berlarian di permukaan.

Lalu untuk apa sesal yang membelit ini? tak ada guna lagi. Kita tak lagi bisa mengulang seluruh cerita indah yang pernah kita cipta, sekalipun dalam angan angan. Aku sudah memiliki orang lain yang begitu tulus memberikan hatinya untukku, dan kamu... kamu juga sudah bersama Dewimu, seseorang yang pasti berhati tulus, aku tau itu dari caranya menatapmu.

Tak cukup hitungan jari ini jika diurai betapa banyak waktu yang pernah kita lewati, dulu. Tak terhitung juga kenangan indah tersemat di antaranya. Almanak sudah berganti entah sudah berapa ratus kali purnama? dan kau tetap saja ada...masih menjadi bagian dari setiap peristiwa yang kini aku alami. Sejarah kita eksis D, berhasil, gilang gemilang dalam ingatanku....Tak apa tetap ada, dan akupun tak lantas larut berlama lama dalam kilas pertemuan kita yang singkat kemarin itu. Sadarlah, kita harus berakselerasi dengan masa depan, D...Kita harus !!!

D, aku mengenalmu sebagai sahabat yang sederhana, dikelilingi banyak teman meskipun cenderung pendiam. Kamu bicara secukupnya dan menatapku secukupnya. Tak ada perhatian khusus yang kau tujukan padaku, kiriman bunga apalagi, juga cerita yang bernada cinta. Lagu-lagu yang kerap kau pilih untuk kita nyanyikan bersama tak satupun menyiratkan bahwa kau menyimpan "rasa" untukku. Lalu bagaimana mungkin aku bisa tau kau mencintaiku tanpa kau mengatakannya padaku?

Secangkir teh camomile pagi ini, tak cukup menghapus sedih dan memulihkan perasaan rinduku pada masa lalu. Pada masa yang kita habiskan bersama di tepi kolam ikan di ujung komplek perumahan itu, atau saat kita menghabiskan sore nan basah di lapangan tenis dekat rumahku, terbahak bersama, menertawakan kekonyolan kita, melempari buah rambutan tetangga, bersepeda, duduk berlama di lapangan basket yang lengang, dan lainnya...dan lainnya...

Aku masih menyimpan korek api merah milikmu, yang kerap kau pakai untuk menyalakan rokok. Korek itu kurampas karena aku tak suka asapnya. Aku masih menyimpan kemeja coklat muda dengan motif kotak kotak milikmu yang dengan sengaja kita tukar dengan kemeja biru tua dengan motif sama milikku, bahkan kamu tau? kulit kacang yang kau pakai untuk menggambar bentuk hati di atas meja kala kita bercakap di teras rumahkupun aku masih menyimpannya. See..bahwa aku masih mengingatmu sebaik baiknya.

Mataku masih berkaca-kaca sejak kemarin tertimbun berton ton hujan yang tercurah begitu saja... aku harus mengakhiri surat ini. Simpan saja kenangan masa kecil kita D..simpan saja....

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]