Thursday, August 10, 2006
Ku selusuri jalan yang dulu pernah kita lalui bersama
Dalam angan yang mengantar jengahku malam ini
Dalam mimpi yang absurd
Kutemukan sisa selengkung senyum indahmu
Di tepian harap yang berkarat
Harummu yang menyeruak begitu saja
Menerbangkan harap serupa kabut
Mengudara, terhirup menempati rongga dada
yang didalamnya berjejal kelu
Diamku adalah beku
Kehampaan yang sebenar
Kesunyian yang nyata
Mengunci mata dan hati agar tetap tertutup
Dalam kuasa gulita.
Jiwa retas gontai melangkah
Di remang cahaya sepotong bulan kekuningan
Dalam dingin malam berlangit abu abu
Berteman jutaan bintang di langit selatan dan utaramu
Ah, aku terkurung dalam labirin kekalutan
Bantu aku !!
Dalam angan yang mengantar jengahku malam ini
Dalam mimpi yang absurd
Kutemukan sisa selengkung senyum indahmu
Di tepian harap yang berkarat
Harummu yang menyeruak begitu saja
Menerbangkan harap serupa kabut
Mengudara, terhirup menempati rongga dada
yang didalamnya berjejal kelu
Diamku adalah beku
Kehampaan yang sebenar
Kesunyian yang nyata
Mengunci mata dan hati agar tetap tertutup
Dalam kuasa gulita.
Jiwa retas gontai melangkah
Di remang cahaya sepotong bulan kekuningan
Dalam dingin malam berlangit abu abu
Berteman jutaan bintang di langit selatan dan utaramu
Ah, aku terkurung dalam labirin kekalutan
Bantu aku !!
Comments:
<< Home
Mata boleh terpejam
raga boleh terdiam
tapi jangan hati,
bila hatipun tertutup
kemana jiwa akan pergi
tanpa dituntun oleh hati?
raga boleh terdiam
tapi jangan hati,
bila hatipun tertutup
kemana jiwa akan pergi
tanpa dituntun oleh hati?
ehem...keterkurungan...kegelisahan..menjadi diksi yang pasti dalam puisi kamu. Ada perjalanan batin yang terungkap secara literer. Hampir tak ada konsepsi real atau konkret, semua serba kontemplatif metafisik. Semua digunakan untuk menggambarkan pengembaraan batin ke masa lalu dan kekinian dalam keniscayaan sebuah kesunyian.
Saya kiri, puisi ini bukan rasionalisasi atau konkretisasi dari pengalaman batin, tetapi sebuah usaha menjerumuskan persoalan batin ke ceruk yang lebih dalam, membawa orang masuk ke dalam gua pikiran si penulisnya. Hampir tidak ada celah keluar, tetapi kebuntuan pemikiran. Di sanalah perenungan menjadi proses yang real, yaitu tanpa henti, tanpa ujung.
Post a Comment
Saya kiri, puisi ini bukan rasionalisasi atau konkretisasi dari pengalaman batin, tetapi sebuah usaha menjerumuskan persoalan batin ke ceruk yang lebih dalam, membawa orang masuk ke dalam gua pikiran si penulisnya. Hampir tidak ada celah keluar, tetapi kebuntuan pemikiran. Di sanalah perenungan menjadi proses yang real, yaitu tanpa henti, tanpa ujung.
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home
Subscribe to Posts [Atom]