Thursday, August 23, 2007
Puisiku anak nurani?
Dinding hati bergetar
Tertampar angin yang sedianya bisu lalu bergolak
Mengapa jadi tak tentu?
Inilah hati yang tak lagi terhimpun
Bercecer kata-kata lalu hilang begitu saja
Tak tercerap, musnah saja dimakan senja
Alangkah indahnya nyeri yang membungkusku
Meski matahari masih garang memanggang
Dan orang-orang terbahak
Tak ingin kutanya...
Tak ingin larut dalam tawa mereka
Kuukir saja maknanya
di bibir harapan kering
Di bukit terjal impian
Ah aku terkesima
Membisik lamat di telinga
Sebuah puisi yang lahir sebagai anak nurani
Kenang saja dunia
yang tentu saja tak sia-sia
Tertampar angin yang sedianya bisu lalu bergolak
Mengapa jadi tak tentu?
Inilah hati yang tak lagi terhimpun
Bercecer kata-kata lalu hilang begitu saja
Tak tercerap, musnah saja dimakan senja
Alangkah indahnya nyeri yang membungkusku
Meski matahari masih garang memanggang
Dan orang-orang terbahak
Tak ingin kutanya...
Tak ingin larut dalam tawa mereka
Kuukir saja maknanya
di bibir harapan kering
Di bukit terjal impian
Ah aku terkesima
Membisik lamat di telinga
Sebuah puisi yang lahir sebagai anak nurani
Kenang saja dunia
yang tentu saja tak sia-sia
Subscribe to Posts [Atom]