Thursday, November 23, 2006

Perahu Harapan di Selokan Ingatan

Langit tak berawan
Terang benderang tanpa penghalang
Namun petir mencincang sunyi
Melumat hening dalam gemuruh

Hujan...
Lekaslah lesap ke dalam tanah
Hijaukan taman
Yang sejak lama tanpa ilalang
Pun perdu yang telah hangus terpanggang

Udara beku
Waktu mematung di sudut bisu
Di satu sisi selokan ingatan
Kucoba mengapungkan perahu harapan
Membiarkannya melaju
Berlayar ke tujuan

(Nai, menjelang detik perpisahan di Ahmad Dahlan)


Perjalanan

Malam tlah jatuh
meninggalakan jejak sunyi pada jalan yang jauh ditinggalkan
Debu malas beterbangan meski angin meniup menghempaskan
Hinggap satudua di kemeja tua
di ujung hidung lalu terhirup
sesak di antara isak

lintang bernyayi sendu
pada gerimis tipis di hutan pinus.
mengapa tak kau pesan secangkir kopi panas?
isi lambungmu hingga penuh, hingga muak akan harum kopi menyergapmu
Jangan ketatkan sabuk dan ranselmu
hirup dulu udara di sekitarmu
Kemudian kau boleh melaju
Menuju tempat yang kau tuju

(Purbalingga-Jogja, di kelok jalan entah milik siapa)

Kucuri secuil garang mentari
yang tersangkut di bukit gundul
Lalu kukantongi, kubawa berlari
Sebagai penyemangat hati layu berkarat
seiring laju kendaraan membawaku pergi

Ratusan kilometer...
Ribuan pohon pinus memelukku hangat
Batu batu besar menggantung di tebing terjal
Serupa mangkuk raksasa berwarna hijau
Kutuang segala resah, mengaduknya bersama rindu


(Waduk Sempor-Purbalingga, 19/11/06

Wednesday, November 22, 2006

Kau boleh tertawa dengan rasa tak nyaman yang kau ciptakan
Kau juga boleh mencibir
Memalingkan muka dan terbahak
tertawalah diatas luka orang banyak

Tak usah hirau
Berbuih puluhan bibir menggunjingkan kau
Mengongkang kaki di sela kaki kaki lain yang bersimpuh
Berlalulah dengan kepala yang kau angkat tinggi mendongak
Terjatuh kelak kau terjerembab

Saturday, November 18, 2006

Dalam isak kupintakan

Kelak
Bila isak tangis ini mencekik
dan air mata menjadi sungai
tak kan ada lagi tarian ribuan kunang-kunang
mati tertimbun tanah kering di ujung kemarau

Rumput yang sekarat
tanah yang kelaparan
dan cucuran air dari ribuan pasang mata
akankah datang embun harapan

di dalam isak tangis tertahan kupintakan
Beri kami Hujan, Tuhan

Bara

Tak hendak aku teriak
maka aku simpan saja...
menggelegak biarkan saja
di dalam dada kian membara

Thursday, November 02, 2006

....

Wahai elang...
tlah tercurah semuanya...
smua kata yang tak seharusnya ada
dalam waktu yang terhimpit
Aku tak menyisakan apapun lagi
Kecuali keinginan yang kubiarkan mengabur

Hanyutkanlah rasa
Dan kau akan menemuinya di muara yag berbeda

Wahai elang...
Bawalah pesanku untuk langit yang perkasa ...
Titipkan di sana
Di padang kembara
Sebentuk rasa yang menua

Wednesday, November 01, 2006

Rindu Hujan

Bintang mendominasi langit bagian utara malam ini
Pekat langit tanpa mega
Entah angin apa yang bertiup
Yang menerbangkan angan ...
Jauh... ribuan mil
Angin tenggarakah...atau Barat Daya???
Entah...
Tak ada sejuk disini...hanya kering

Kugambar wajahmu yang hilang tenggelam
di pusaran waktu berlalu
Aku merindu...
Seperti tanah rindukan hujan...


*bukan tak mungkin kita bertemu, pertemuan lain...yang kita sudah sama-sama tak sama.

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]